Jakarta -
Ateng (Augie Fantinus), anak tunggal seorang aristokrat Jawa yang tinggal di sebuah desa di Salatiga. Dia hidup berkecukupan, dimanja dan dilingkupi cinta dari bapak (Surya Saputra) serta pengasuhnya, Mbok Sutinah (Rohana- Srimulat).
Temannya sehari-hari ialah putera Mbok Sutinah, Iskak (Soleh Solihun), yang punya pekerjaan rutin memerah susu sapi berjulukan Susi. Hari ini Ateng berulang tahun ke-25. Sebagai kado, bapak balasannya mengabulkan undangan Ateng yang sudah usang ia minta tapi tak juga dipenuhi, yakni liburan ke Jakarta.
Namun ada satu syarat, Ateng harus ditemani Iskak. Di Jakarta, keduanya menginap di hotel mewah, modern, dan di sentra kota. Gegar budaya sekaligus gagap teknologi pun mereka alami, menyerupai memberi tip Rp 500 untuk bell boy, menghamburkan diri begitu menemukan sofa empuk, lompat-lompat di ranjang, takjub dengan kimono mandi, sampai memencet semua nomor lift.
Augie Fantinus sebagai Ateng. Foto: (dok.Lagi-Lagi Ateng) |
Sementara itu, di hotel yang sama, sedang digelar presentasi oleh Agung (Augie Fantinus), motivator yang sedang naik daun. Mottonya yang populer ialah "Masa kemudian ditambah masa sekarang sama dengan masalah". Agung menginap di hotel ini, juga asistennya, Cemplon (Julie Estelle).
Ateng mengeluarkan sobekan foto yang menampilkan Ateng bayi digendong bapak. Agung pun mengeluarkan sobekan foto dari dompetnya, Agung bayi digendong ibu (Unique Priscilla). Dua foto itu ketika disambungkan ternyata cocok.
Dengan siasat yang disusun Cemplon dan Iskak, dimulailah pencarian siapa Ateng dan Agung sebenarnya. Tak tanggung-tanggung, Ateng dan Agung harus bertukar peran. Ateng menjadi Agung dan pulang ke rumah ibu di Jakarta, dan Agung menjadi Ateng pulang ke rumah bapak di Salatiga.
Soleh Solihun sebagai Iskak. Foto: (dok.Lagi-Lagi Ateng) |
Maka dimulailah kelucuan, kekacauan, dan kekusutan yang jadi inti dongeng film ini. Ateng ialah legenda komedi Indonesia berjulukan lengkap Andreas Leo Ateng Suripto (Kho Tjeng Lie, 1942 - 2003). Dia aktif dari kala 1960-an sampai 2000- an bersama kawan-kawannya di Kwartet Jaya, yakni Iskak (1933 - 2000), Eddy Sud (1937 - 2005), dan Bing Slamet (1927 - 1974).
Sejumlah film komedi yang mereka bintangi pernah merajai bioskop, menyerupai Ateng Minta Kawin (1974), Ateng Kaya Mendadak (1975), Ateng The Godfather (1976), Ateng Bikin Pusing (1977), Kisah Cinderella (1978), serta Ira Maya dan Kakek Ateng (1979).
Setelah Bing Slamet tutup usia dan Eddy Sud semenjak 1980-an fokus sebagai Koordinator Acara Aneka Ria Safari, nama duo Ateng-Iskak yang kemudian mengemuka. Duo ini juga yang memerankan punakawan Bagong dan Petruk di program Ria Jenaka - TVRI pada 1980-an.
Menonton Lagi Lagi Ateng menyerupai menonton kembali cuplikan-cuplikan film Ateng empat dekade lalu, ketika jamak gerak bibir dan bunyi tidak selaras alasannya ialah ketidaktepatan dikala disulih suara. Film-film itu dihidupkan kembali dalam situasi modern.
Naskah film ini asli, dibentuk Monty Tiwa, bukan remake maupun reboot, merupakan tribute untuk Ateng dan Iskak dengan tetap menjaga spirit film-film Ateng dan Iskak terdahulu. Komedinya ialah komedi keluarga, bukan jahil, slapstick, apalagi mesum.
Salah satu adegan di film 'Lagi-Lagi Ateng'. Foto: (dok.Lagi-Lagi Ateng) |
Penampilan Augie Fantinus yang gres kali ini menjadi pemain utama, layak diapresiasi. Dia piawai menirukan gestur, ekspresi, dan bunyi Ateng. Pun sebaliknya, tidak ada "rasa" Ateng sama sekali yang terbawa ketika bertukar tugas sebagai Agung si saudara kembar yang kepribadiannya jauh berbeda dari Ateng.
Sebagai Agung sang motivator, Augie tampil meyakinkan dengan bunyi rendah dan tegas yang menyiratkan optimistik, termasuk ditampilkan juga bahwa semua yang di panggung itu sandiwara belaka. Ketika masuk adegan menyamar, kerja Augie lebih ribet lagi.
Praktis, ia memerankan empat karakter, yakni Ateng, Agung, Ateng yang menyamar jadi Agung, serta Agung yang menyamar jadi Ateng. Omong-omong ihwal aksara kembar, apalagi yang bukan diperankan oleh orang kembar, melainkan oleh satu orang, tentu kerepotannya juga double.
Banyak siasat dikerahkan sutradara Monty Tiwa, antara lain memakai teknologi motion track dan computer-generated imagery (CGI) dengan sudut pengambilan yang hati-hati. Selain itu, Monty memakai body-double Ribut Mardiyanto, komedian Srimulat yang bertubuh gempal menyerupai Ateng.
Foto: (dok.Lagi-Lagi Ateng) |
Ribut jadi lawan akting Augie ketika Ateng dan Agung ada dalam satu adegan. Ribut juga yang melatih Augie dan Soleh untuk menjadi Ateng dan Iskak alasannya ialah ia kenal Ateng dan Iskak dan tahu benar gestur duo legendaris tersebut.
Jika penonton cermat, Lagi Lagi Ateng juga merupakan penghargaan untuk dua legenda lain yang kerap muncul di film-film Ateng, yakni Wolly Sutinah (Mak Wok) dan Eddy Sud. Wolly Sutinah diwakili aksara Mbok Sutinah yang diperankan Rohana, dan aksara Eddy Sud dimunculkan sebentar sebagai pengemudi taksi online.
Soleh Solihun tidak berupaya menduplikasi bunyi Iskak yang cempreng. Soleh, yang orang Sunda itu bahkan dengan menggelikan gagal nembang Jawa. Tapi "kegagalan" itu justru menciptakan Iskak menjadi aksara yang menggemaskan, didukung pula dengan pembawaan dan caranya berpakaian yang norak bukan kepalang. Semua bakal jatuh cinta padanya.