Glass: Penantian Yang Mengecewakan

Glass: Penantian yang MengecewakanFoto: dok Universal Pictures

Jakarta - Ada masa di mana M Night Shyamalan diramalkan akan menjadi penguasa box office menyerupai Steven Spielberg atau bahkan J. J. Abrams. Bahkan sebelum Abrams beraksi dengan film-filmnya, Shyamalan sudah mengguncang dunia melalui The Sixth Sense, sebuah drama horor yang menciptakan semua orang mulai meneriakkan kalimat, "Hey, itu spoiler!"

Karier Shyamalan sungguh menarik. Setelah The Sixth Sense, ia melanjutkannya dengan Unbreakable. Seabuah film perihal pahlawan super yang dibalut dalam kemasan drama thriller. Unbreakable kerap kali disebut-sebut sebagai karya terbaik Shyamalan alasannya yaitu film ini unik. Ia salah satu yang pertama yang menganggap comic book storytelling sangat menarik. Dan ia juga salah satu yang pertama yang menciptakan film superhero tanpa terasa menyerupai film superhero. Bayangkan bila Unbreakable rilis saat kita mendapat tiga film Marvel setiap tahunnya. Bisa jadi Unbreakable akan dianggap sebagai oase menyerupai Logan.

Setelah Unbreakable, Shayamalan kemudian menentukan film-film yang kualitasnya semakin menurun (Signs, The Village, Lady In The Wateri), pilihan-pilihan yang membingungan (The Happening, The Last Airbender, After Earth) hingga alhasil ia kembali memperkenalkan diri kepada penonton film (The Visit dan Split). Akhir film Split yang menampilkan David Dunn (Bruce Willis) dari Unbreakable inilah yang menciptakan penonton eksklusif mengemis-ngemis sekuel. Dan sekuel itu tiba tahun ini.

Tonton reviewnya bareng Candra Aditya di sini!

[Gambas:Video 20detik]



David Dunn yang kita kenal dulu kini memiliki toko. Kehidupannya normal. Hubungannya dengan si anak, Joseph (Spencer Treat Clark), berfungsi dengan terlalu baik. Joseph menjadi penjaga sementara David akan melaksanakan acara superhero-nya di malam hari. Orang-orang tidak tahu siapa dia. Beberapa menganggapnya pahlawan, sisanya menganggap ia yaitu kutu yang harus dibasmi.

Kemudian David mencari-cari 4 cheerleader yang hilang. Di sanalab ia alhasil bertemu dengan Kevin (James McAvoy). David tentu saja kaget, terutama sehabis melihat kekuatan besar yang sanggup Kevin keluarkan saat ia menjadi The Beast. Pertempuran pun terjadi. Sampai alhasil pihak yang berwajib tiba dan mereka ditangkap.
Kini mereka berdua berada di sebuah akomodasi yang ditangani oleh Dr Ellie Staple (Sarah Paulson), seorang psychiatrist yang khusus menangani orang-orang yang merasa diri mereka yaitu superhero. Dan seolah ini belum cukup, teman usang David yaitu Elijah (Samuel L. Jackson) muncul dan menciptakan reuni mereka menjadi sedikit lebih menggelegar.

Glass yaitu sebuah film yang problematik. Penilainya bisa berbeda-beda dari setiap penonton. Dan ini bisa ditentukan dari mereka yang sudah menonton Unbreakable apa tidak.

Bagi penonton film lamanya, Glass bisa terasa sebagai sebuah sekuel yang mengecewakan. Sosok satria yang digambarkan Shyamalan dengan paripurna di Unbreakable terasa menyerupai mainan di Glass. Giginya tidak setajam dulu. Seperti biasa, Shyamalan memiliki kemampuan yang apik dalam menyembunyikan informasi. Dia bisa menciptakan adegan flashback terasa lebih bombastis alasannya yaitu ia memperlihatkan makna gres atau informasi gres di setiap adegan flashback. Kepekaannya terhadap detil inilah yang menciptakan paruh pertama Glass cukup asyik untuk disaksikan. Sampai alhasil kita menyaksikan climax yang menggelikan di kawasan parkir.

'Glass': Penantian yang MengecewakanFoto: dok Universal Pictures


Bagi penonton yang belum menonton Unbreakable dan sudah menonton Split, Glass mungkin menjadi film untuk si Kevin atau The Beast. Dan mereka tidak salah. Shyamalan memang menempatkan The Beast di tengah-tengah. Di antara David dan Elijah. Menyaksikan tiga orang duduk bersama dan diinterview oleh Dr. Ellie mungkin rasanya akan biasa saja. Tapi bagi penonton yang sudah menonton Unbreakable rasanya akan berbeda. Film tersebut menyisakan kesan yang mendalam sehingga saat kita melihat David dan Elijah di frame yang sama, rasanya sungguh-sungguh melenakan.

Dalam Glass, Shyamalan masih memperlihatkan hobinya untuk memberi penonton dengan twist. Hanya saja untuk film ini, twist tersebut terasa kurang istimewa. Dan dengan judul itu, Shyamalan seharusnya bisa memperlihatkan spotlight yang lebih besar ke huruf Elijah. Tapi pada akhirnya, Elijah hanya terlihat menyerupai huruf yang tugasnya yaitu memperlihatkan audio commentary setiap kali karakter-karakter di sekitarnya melaksanakan sesuatu.

Bruce Willis, Samuel L. Jackson dan terutama James McAvoy masih bisa diandalkan untuk menciptakan film ini asyik untuk dinikmati. Paruh pertama film ini juga cukup menyenangkan untuk disaksikan. Tapi sebagai sebuah sekuel yang ditunggu-tunggu (atau pembuktian bahwa Shyamalan memang seorang maestro), Glass yaitu sebuah penantian yang mengecewakan.

Candra Aditya, Filmmaker